Senin, 03 Mei 2010

ETOS KERJA

ETOS KERJA

Setiap bangsa mempunyai pandangan hidup, entah hal itu disadari atau tidak. Pandangan hidup yang dimiliki suatu bangsa itu khas dan mempengaruhi bagaimana prilaku dan budaya bangsa yang bersangkutan. Semangat kerja pun dipengaruhi oleh pandangan hidup sehingga dalam kajian tentang suatu masyarakat dikenal istilah etos kerja, yaitu semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seorang atau suatu kelompok.

Demikian pula dengan Islam yang mempunyai ajaran tertentu. Pandangan Islam atau pemeluknya tentang hubungan manusia dengan Tuhan juga mempengaruhi etos kerja orang yang bersangkutan. Orang yang berpandangan bahwa Allah menentukan nasib semua manusia dan manusia tidak diberi kekuasaan untuk mengubahnya tentu akan mengakibatkan tingkat etos kerjanya rendah. Sebaliknya, orang yang berpandangan bahwa Allah memberi kebebasan manusia untuk mengubah nasibnya sendiri tentu akan mengakibatkan etos kerja yang tinggi.

A. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggungjawab yang tinggi.

B. Sikap Kerja Keras

Sikap kerja keras dan berusaha untuk mengubah nasib, rajin, dan sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan merupakan anjuran dan kewajiban bagi insan yang beragama Islam. Agama merupakan motivasi dan sumber gerak serta dinamika dalam mewujudkan etos kerja. Islam menyuruh manusia untuk bekerja dan mengubah nasibnya sendiri. Manusia wajib berusaha dan berikhtiar untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masing-masing. Memang hanya manusia yang mau berusaha, bekerja keras, dan sungguh-sungguh yang akan meraih prestasi, baik kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat. Ada beberapa sikap mental yang mencerminkan sikap ini antara lain:

1. Proaktif, yaitu sikap yang ingin mengubah lingkungan, mengubah keadaan yang ada, atau membuat suasana lebih kondusif. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar Ra’ad ayat 11 berbunyi:

Artinya:”Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” Lihat Al-Qur’an on line di goole

2. Memulai suatu pekerjaan dengan setelah sempurna dalam pikiran.

Kegiatan seperti ini kegiatan yang mengacu kepada visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa pekerjaan tersebut tergantung niat masing-masing. Usaha itu akan dipengaruhi kesungguhan mengerjakan dan niatnya sesuai denga Firman Allah dalam Al Qur’an yang berbunyi sebagai berikut.

Artinya: ”Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(Q.S. AnNajm:39) Lihat Al-Qur’an on line di goole

Dengan keterangan ayat diatas maka jelaslah bahwa manusia mempunyai keharusan untuk berusaha dan mampu mengubah kondisi sendiri dari kemunduran dan keterbelakangan untuk menuju kepada kemajuan. Suatu prestasi kerja dan keberuntungan tidak dapat diraih dengan mudah oleh seseorang, melainkan melalui usaha dan kerja keras yang dibarengi idealisme dan optimisme yang tinggi. Bekerja keras bagi manusia merupakan keharusan dan panggilan hidup manusia. Jika kita berusaha dengan baik serta diiringi dengan hati yang ikhlas karena Allah maka hal itu termasuk ibadah dan perbuatan yang berpahala.

3. Selesai mengerjakan suatu pekerjaan beralihlah kepada yang lain

Kita harus selalu mengatur waktu untuk mengerjakan pekerjaan sehingga tidak ada waktu yang terbuang, membuat nilai waktu itu maksimal, baik untuk urusan dunia ataupun akhirat. Karena waktu itu laksana pedang apabila kita tidak menggunakannya ia akan memotong kita tanpa menunggu, waktu tak pernah berhenti. Sesuai Firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 6 dan 7 berbunyi:

Artinya: Maka apabila telah menyelesaikan suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain, dan kepada Tuhanmu gemar dan berharaplah! ( Al-Insyiroh ayat 7-8 ) Lihat Al-Qur’an on line di goole

4. Mewujudkan Sinergi, saling bekerjasama mencapai tujuan.

Kejelekan yang terorganisir bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Itu rahasia mengapa Rasulullah mendidik umat untuk selalu berjamaah dalam sholat. Kerjaaan yang berat bila digotong bersama-sama akan menjadi ringan, pekerjaan yang susah akan menjadi mudah.

5. Sibuk memperbaiki diri sendiri, tidak memiliki waktu untuk mencela orang lain.

Dalam Islam setiap perbuatan manusia mempunyai nilai positif bagi kehidupan manusia. Karena itu setiap muslim tatkala melakukan kegiatan, harus ada nilai tambah yang bermanfaat, baik bagi dirinya ataupun orang lain. Inilah yang dinamakan amal shaleh. Ratusan kali Al Qur’an mengulang-ulang kalimat amal shaleh, hal ini menunjukkan betapa kerja keras mendapatkan perhatian yang sangat penting bagi kehidupan setiap muslim.

Al Qur’an menggambarkan bahwa manusia memiliki peran besar yang dapat membawa kebangkitan dan keruntuhan jalannya sejarah. Peran penting ini didasari karena manusia memiliki unsur-unsur yang menyatu luar dan dalam sehingga perubahan sejarah dan kehidupan manusia sendiri berada dipundaknya. Unsur luar adalah jasmani dan bentuk lahiriah, sedangkan unsur dalam adalah perpaduan antara pandangan hidup, tekad, kehendaknya. Meskipun kedua unsur itu harus sama mendapat pembinaan, namun Al Qur’an menekankan bahwa unsur dalam harus dapat perhatian lebih. Allah Berfirman sebagai berikut :

Artinya: ” Sesungguhnya Allah tidak akan merobah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang terdapat dalam diri mereka” ( Q.S. Ar. Ra’ad ayat 11) Lihat Al-Qur’an on line di goole

Berdasarkan ayat ini, keberhasilan atau kegagalan tergantung pandangan hidup yang dimilikinya. Ada yang terbatas, sempit dan sementara namun ada juga yang luas dan jauh kedepan. Bagi muslim diajarkan untuk memiliki pandangan hidup yang mendunia dan berwawasan keakhiratan.

B. Produktivitas Kerja

Manusia sebagai insan individual dan sosial selalu mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemajuan serta taraf hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan hidupnya selalu ingin terpenuhi dengan berbagai macam cara. Supaya keinginan tersebut tercapai dengan baik, Allah memerintahkan kepada mahkluk-Nya agar berusaha dan berkarya supaya mendapatkan rezeki yang halal dan tayyibah (baik) sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi sebagai berikut.

Artinya: ”Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamudi muka bumi, dan carilah karunia Allah (rezeki) dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. ” (Q.S. Al Jumu’ah:10) Lihat Al-Qur’an on line di goole

Dalam ayat lain Allah menjelaskan: Artinya: ”Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. ” (Q.S. Al Insyirah :7) Lihat Al-Qur’an on line di goole

Kedua ayat tersebut mengingatkan kepada kita bahwa ibadah itu bukan hanya shalat saja, tetapi bekerja mencari nafkah atau rezeki itu pun termasuk ibadah jika dilakukan dengan ikhlas dan hanya mencari keridaan Allah semata. Kemudian, kita harus rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja.

Dalam ayat tersebut juga tersirat dengan jelas bahwa kita tidak boleh kosong dari kegiatan. Kita harus aaktif karena pekerjaan yang kita lakukan harus bervariasi agar kejenuhan tidak hinggap pada diri kita. Itulah sebabnya Allah mengingatkan kita agar kita rajin dan sungguh-sungguh serta berusaha untuk maju sesuai dengan kemampuan kita sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut ini.

Artinya: ”Abu Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah Saw: Biarkanlah aku,selama aku membiarkan dalam kebebasanmu, maka sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat yang sebelummu dahulu, karena kebanyakan pertanyaan mereka dan menyalahi pada para nabi-nabi mereka. Maka apabila aku mencegah kamu sesuatu tinggalkanlah perkara itu. Dan jika aku perintahkan suatu perintah, kerjakanlah sekuat tenagamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut memperjelas keharusan untuk rajin dan sungguh-sungguh dalam mekakukan suatu kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan sehingga pekerjaan itu memiliki nilai produktivitas yang tinggi. Bukan saja yang melakukan pekerjaan itu yang untung, tetapi keuntungan tersebut. Keuntungan yang diraih seseorang itu ada bagian bagi orang lain. Apakah itu keuntungan dari bertani atau berdagang, dan sebagainya, seperti dengan zakat dan infak.

Kerja produktif adalah kerja yang menghasilkan nilai tambah. Produktifitas kerja berkaitan dengan hasil yang lebih besar ketimbang sumber daya yang ada. Jika banyak orang senaga tenaga kerja, tetapi sedikit hasil maka yang demikian disebut tidak produktif. Semangat dalam bekerja adalah modal utama dalam produktifitas. Semangat dalam bekerja harus menjadi ciri khas(etos) setiap muslim karena dewasa ini umat Islam berada pada keterbelakangan. Tanpa etos kerja yang tinggi sulit sekali dicapai produktifitas dalam bekerja.

C. Memacu Perubahan Sosial untuk Kemajuan

Banyak orang mengatakan bahwa di dunia penuh kebaikan, tetapi tidak ada biji jagung yang berisi bisa diperoleh oleh manusia tanpa bersusah payah terlebih dahulu untuk menanamnya. Janganlah kita bermimpi hari ini akan memetik padi, jika hari kemaren kita tidak pernah menanamnya.

Kemudian ada baiknya kita perhatikan kata-kata hikmah berikut ini. ” Kebaikan hari ini ditentukan oleh kebaikan hari kemaren, dan kebaikan hari esok ditentukan oleh kebaikan hari ini,”Dengan demikian, kita sebagai insan sosial senantiasa memacu diri dan memanfaatkan waktu dengan pekerjaan dan perbuatan yang beermanfaat, guna mempersiapkan hari esok yang lebih baik dan cerah.

Firman Allah SWT

Artinya:” Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang beriman dan beramal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menepati kebenaran.” (Q.S. Al-Asyr:1-3) Lihat Al-Qur’an on line di goole

Umat Islam ketinggalan dalam banyak bidang, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan tertinggal dalam bidang ekonomi. Ketertinggalan tersebut sebenarnya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor eksternal atau faktor luar, seperti penjajahan dengan segala bentuknya dan juga faktor ekologi. Kedua, faktor internal, faktor yang besar pengaruhnya, seperti kebudayaan, yaitu nilai-nilai, norma, keyakinan, dan pengetahuan umat Islam yang masih terbelakang. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan pembaharuan atau pembangunan yang mencakup mental spritual serta material. Pembangunan inilah yang mendorong atau memacu perubahan masyarakat(sosial) menuju kemajuan atau modren. Indonesia dewasa ini sedang giat-giatnya membangun. Pembangunan itu pada gilirannya akan memacu umat Islam karena sebagian besar bangsa ini umat Islam.

RANGKUNGAN

  1. Memiliki etos kerja dan semangat bekerja keras merupakan ajaran agama. Agama merupakan motivasi dan sumber gerak yang dinamis untuk mencapai suatu kemajuan. Agama melarang pemeluknya malas, boros, berlebihan dan sikap hedonisme ( berfoya-foya). Oleh sebab itu, umat yang beragama hendaknya selalu bekerja keras, selalu ingin maju, dinamis dan produktif.
  2. Manusia sebagai insan invidual dituntut beribadah kepada Allah dan beramal saleh. Beribadah dan beramal saleh hendaknya dilandasi dengan keikhlasan dan hanya mengharapkan rida Allah semata. Disamping itu , kita diperintah untuk mencari rezeki dan kurnia Allah. Kurni Allah dan rezeki tersebut, akan dapat diraih dengan baik, jika kita bekerja keras. Bekerja keras melahirkan produktifitas, baik pada tingkat individual, sosial dan sebagainya.
  3. Manusia sebagai insan sosial hendaknya memperkuat kelompok dan memperkukuh persaudaraan serta kekompakan di antara anggota sosial tersebut. Dengan demikian, prestasi kerja dan kemajuan akan lebih mudah didapat jika dilakukan bersama-sama dengan modal kekompakan dalam suatu ikatan sosial.

  4. A. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang paling tepat!

    1. Bekerja keras dan memiliki semangat kerja yang tinggi merupakan …

    a. panggilan nurani dasar manusia b. kenutuhan primer

    c. perintah ajaran agama d. kebiasaan suatu kelompok sosial tertentu

    e. kebutuhan skunder

    2. Perbuatan yang disukai Allah dan yang diridai-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik terang maupun tersembunyi . Pernytaan ini pengertian dari ….

    a. ihsan b. Amal saleh

    c. etos kerja d. Tawakkal

    e. ibadah

    3. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum . Pernyataan ini adalah arti dari ayat….

    a. ﺧﻠﻔﻔﻪ ﻭﻣﻦ ﻳﺩﻳﻪ ﺑﻴﻦ ﻣﻦ ﻣﻌﻘﺑﺖ ﻟﻪ

    b. ﺍﷲ ﺃﻣﺮ ﻣﻦ ﻧﻪ ﻳﺤﻔﻈﻮ

    c. ﺑﻘﻮﻡ ﻣﺎ ﻳﻐﻴﺮ ﺍﷲ ﺇﻥ

    d. ﺑﺄﻧﻔﺴﻬﻢ ﻣﺎ ﻳﻳﻐﻴﺮﻭﺍ ﺣﺘﻰ

    e. ﺮﺩﻟﻪ ﻓﻼ ﺳﻮﺀﺍ ﺑﻘﻮﻡ ﺍﷲ ﺃﺭﺍﺩ ﻭﺇﺫﺍ

    4. Dammah menghadapi wau mati, lalu menghadapi hamzah dalam kalimat ﺀﺍﻣﻨﻮﺍﺇﺫﺍﻧﻮﺩﻱ dibaca panjang antara dua sampai lima harakat, karena hukum bacaannya adalah mad……

    a. jaiz munfasil b. tabi’i

    c. wajib muttasil d. badal

    e. arid lissukun

    5. Nun mati menghadapi ya’ pada kata ﻳﻮﻡ ﻣﻦ hukum bacaannya ….

    a. idgam bighunnah b. izhar wajib

    c. idgam bilaghunnah c. iqlab

    e. ihfa’ haqiqi

    6. Rangkaian kata yang terdapat di akhir surah Al Jumu’ah ayat 10 yang berbunyi terjemahannya adalah …….

    a. agar kamu memilki ilmu pengetahuan d. supaya kamu meraih keberuntungan

    b. agar kamu menggunakan akalmu, untuk berfikir e. supaya kamu menjadi orang yang bijaksana

    c. agar kamu memperoleh kedudukan tinggi

    7. Pernyataan Allah yang menerangkan bahwa kita harus mencari kebahagiaan akhirat dan tidak boleh melupakan kenikmatan dunia tercantum dalam Al-Qur’an surat….

    a. Al- Jumu’ah ayat 10 b. An-Najm ayat 39

    c. Al-Qashahs ayat 77 d. Al-Baqoroh ayat 55

    e. Ali Imran ayat 102

    8. Prestasi kerja dan kemajuan akan lebih mudah diraih oleh seseorang, jika melakukan….

    a. terobosan yang menguntungkan b. kekompakan dalam kelompok sosial

    c. bekerja keras dan mempunyai etos kerja d. berusaha menghalangi orang lain agar tidak maju

    e. memiliki relasi yang banyak

    9. Rezeki itu masuk dari beberapa pintu. Adapun pintu rezeki yang terbesar adalah….

    a. bekerja sebagai pemborong b. bekerja dengan berdagang

    c. bekerja sebagai pegawai pemerintah d. bekerja sebagai petani

    e. menjadi bintang film,atlet atau petinju

    10. Cara-cara bekerja yang baik sebagai berikut, kecuali….

    a. adanya perhitungan yang matang b. diniatkan sebagai bekal ibadah

    c. sesuai dengan kemampuan atau profesi d. memperhatikan waktu-waktu ibadah

    e. diutamakan selesai dengan cepat

    11. Hal yang penting dalam bekerja adalah…

    a. memperoleh hasil yang banyak b. memperoleh hasil yang halal

    c. jenis pekerjaan itu mudah d. hemat tenaga

    e. pekerjaan itu menyenangkan

    12. Faktor yang dapat mendorong agar bekerja keras sebagai berikut, kecuali…

    a. adanya perintah Allah dan rasulnya b. semboyan bahwa dunia adalah ladang akhirat

    c. takut menjadi pengemis d. keinginan menjadi dermawan dan dihormati

    e. keinginan untuk tidak menjadi beban orang lain

    13. Keimanan seseorang itu sangat erat hubungannya dengan ..

    a. akhlak b. majalah

    c. kedudukan d. pakaian

    e. bicara

    14. Iman dan taqwa membentuk …

    a. wajah b. akhlak

    c. pakaian d. kedudukan

    e. taubat

    15. Ciri-ciri orang yang bertaqwa adalah sebagai berikut, kecuali….

    a. beriman kepada yang gaib b. mendirikan sholat

    c. menafkahkan sebagian rezekinya d. mengumpulkan harta dan menimbunnya

    e. menahan amarah

    16. Prestasi kerja dan kemajuan akan lebih mudah diraih oleh seseorang jika ia melakukan….

    a. terobosan yang menguntungkan

    b. kekompakan dalam kelompok sosial

    c. bekerja keras dan mempunyai etos kerja

    d. berusaha menghalangi orang lain agar tidak tahu

    e. memiliki relasi yang banyak

    17. Seseorang pemuda di zaman nabi Muhammad saw yang rajin ibadah tetapi termasuk anak durhaka kepada orang tuanya, dikerenakan ketika dipanggil ibunya tidak menjawab dan menghampiri adalah….

    a. Idris b. Hasan

    c. Alqamah d. Ibrahim

    e. Anas bin Malik

    18. Bekerjalah untuk kepentingan duniamu seolah-olah ….

    a. engkau akan hidup selamanya b. engkau akan mati besok pagi

    c. engkau akan mendapatkan kesuksesan d. engkau akan menemui kesulitan

    e. engkau akan bahagia dunia dan akhirat

    19. Brikut ini termasuk kegiatan-kegiatan kerja yang boleh dilakukan seorang muslim setelah ia selesai salat jumat, kecuali ………

    a. menuntut ilmu yang bermanfaat

    b. melakukan usaha perdagangan

    c. tarnsaksi jual beli barang halal

    d. bekerja di kantor-kantor pemerintah

    e. transaksi jual neli barang haram

    20. Rasulullah dikenal sebagai pekerja keras sejak….

    a. bayi b. anak-anak

    c. remaja d. dewasa

    e. menjelang wafatnya

    I. Jawablah pertanyaan ini dengan jelas dan benar!

    1. Jelaskanlah pengertian etos kerja!

    2. Uraikanlah beberapa sikap yang menunjukkan kerja keras dan jelaskanlah dengan contoh!

    3. Bagaimana cara meningkatkan produktifitas kerja?

    4. Tulislah surat Al-Jumu’ah ayat 10 serta terjemahkan!

    5. Sebutkanlah faktor-faktor umat Islam ketinggalam dalam berbagai bidang !

    6. Apakah yang dimaksud perubahan sosial ?

    7. Jelaskan pengertian produktifitas kerja!

    8. Jelaskanlah perbedaan Ibadah dan amal shaleh!

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

qKata-kata sumber dalam hukum Islam merupakan terjemah dari kata mashadir yang berarti wadah ditemukannya dan ditimbanya norma hukum. Sumber hukum Islam yang utama adalah Al Qur’an dan sunah. Selain menggunakan kata sumber, juga digunakan kata dalil yang berarti keterangan yang dijadikan bukti atau alasan suatu kebenaran. Selain itu, ijtihad, ijma’, dan qiyas juga merupakan sumber hukum karena sebagai alat bantu untuk sampai kepada hukum-hukum yang dikandung oleh Al Qur’an dan sunah Rasulullah SAW

Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat; disusun orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu; berlaku mengikat, untuk seluruh anggotanya”. Bila definisi ini dikaitkan dengan Islam atau syara’ maka hukum Islam berarti: “seperangkat peraturan bedasarkan wahyu Allah SWT dan sunah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum (mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”. Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di akhirat.


A. Al Qur’an

Al Qur’an berisi wahyu-wahyu dari Allah SWT yang diturunkan secara berangsur-angsur (mutawattir) kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Al Qur’an diawali dengan surat Al Fatihah, diakhiri dengan surat An Nas. Membaca Al Qur’an merupakan ibadah.

Al Qur’an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Setiap muslim berkewajiban untuk berpegang teguh kepada hukum-hukum yang terdapat di dalamnya agar menjadi manusia yang taat kepada Allah SWT, yaitu menngikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangnannya
Al Qur’an memuat berbagai pedoman dasar bagi kehidupan umat manusia.

a. Tuntunan yang berkaitan dengan keimanan/akidah, yaitu ketetapan yantg berkaitan dengan iman kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari akhir, serta qadha dan qadar

b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlak, yaitu ajaran agar orang muslim memilki budi pekerti yang baik serta etika kehidupan.

c. Tuntunan yang berkaitan dengan ibadah, yakni shalat, puasa, zakat dan haji.

d. Tuntunan yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia dalam masyarakat

Isi kandungan Al Qur’an

Isi kandungan Al Qur’an dilihat dari segi kuantitas dan kualitas.

1. Segi Kuantitas

Al Quran terdiri dari 30 Juz, 114 surat, 6.236 ayat, 323.015 huruf dan 77.439 kosa kata

2. Segi Kualitas

Isi pokok Al Qur’an (ditinjau dari segi hukum) terbagi menjadi 3 (tiga) bagian:

a. Hukum yang berkaitan dengan ibadah: hukum yang mengatur hubungan rohaniyah dengan Allah SWT dan hal – hal lain yang berkaitan dengan keimanan. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid atau Ilmu Kalam

b. Hukum yang berhubungan dengan Amaliyah yang mengatur hubungan dengan Allah, dengan sesama dan alam sekitar. Hukum ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syariat. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fiqih

c. Hukum yang berkaitan dngan akhlak. Yakni tuntutan agar setiap muslim memiliki sifat – sifat mulia sekaligus menjauhi perilaku – perilaku tercela.

Bila ditinjau dari Hukum Syara terbagi menjadi dua kelompok:

a. Hukum yang berkaitan dengan amal ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan sebagainya yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan tuhannya.

b. Hukum yang berkaitan dengan amal kemasyarakatan (muamalah) seperti perjanjian perjanjian, hukuman (pidana), perekonomian, pendidikan, perkawinan dan lain sebagainya.
Hukum yang berkaitan dengan muamalah meliputi:

1. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan manusia dalam berkeluarga, yaitu perkawinan dan warisan

2. 2. Hukum yang berkaitan dengan perjanjian, yaitu yang berhubungan dengan jual beli (perdagangan), gadai-menggadai, perkongsian dan lain-lain. Maksud utamanya agar hak setiap orang dapat terpelihara dengan tertib

3. Hukum yang berkaitan dengan gugat menggugat, yaitu yang berhubungan dengan keputusan, persaksian dan sumpah

4. Hukum yang berkaitan dengan jinayat, yaitu yang berhubungan dengan penetapan hukum atas pelanggaran pembunuhan dan kriminalitas

5. Hukum yang berkaitan dengan hubungan antar agama, yaitu hubungan antar kekuasan Islam dengan non-Islam sehingga tercpai kedamaian dan kesejahteraan.

6. Hukum yang berkaitan dengan batasan pemilikan harta benda, seperti zakat, infaq dan sedekah.

Ketetapan hukum yang terdapat dalam Al Qur’an ada yang rinci dan ada yang garis besar. Ayat ahkam (hukum) yang rinci umumnya berhubungan dengan masalah ibadah, kekeluargaan dan warisan. Pada bagian ini banyak hukum bersifat ta’abud (dalam rangka ibadah kepada Allah SWT), namun tidak tertutup peluang bagi akal untuk memahaminya sesuai dengan perubahan zaman. Sedangkan ayat ahkam (hukum) yang bersifat garis besar, umumnya berkaitan dengan muamalah, seperti perekonomian, ketata negaraan, undang-undang sebagainya. Ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan masalah ini hanya berupa kaidah-kaidah umum, bahkan seringkali hanya disebutkan nilai-nilainya, agar dapat ditafsirkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan dengan hukum, ada juga yang berkaitan dengan masalah dakwah, nasehat, tamsil, kisah sejarah dan lain-lainnya. Ayat yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut jumlahnya banyak sekali.

B. Hadits

Hadits merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al Qur’an. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW dalam haditsnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an onlines di google)

Artinya: “ … Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah, …” (QS Al Hasyr : 7)

Perintah meneladani Rasulullah SAW ini disebabkan seluruh perilaku Nabi Muhammad SAW mengandung nilai-nilai luhur dan merupakan cerminan akhlak mulia. Apabila seseorang bisa meneladaninya maka akan mulia pula sikap dan perbutannya. Hal tersebut dikarenakan Rasulullah SAW memilki akhlak dan budi pekerti yang sangat mulia. Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, juga dinyatakan oleh Rasulullah SAW:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةُ رَسُوْلِهِ ( رواه همام ما لك)
Artinya: “Aku tinggalkan dua perkara untukmu seklian, kalian tidak akan sesat selama kalian berpegangan kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan sunah rasulnya”. (HR Imam Malik)

Hadits merupakan sumber hukum Islam yang kedua memilki kedua fungsi sebagai berikut.
Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al Qur’an, sehingga kedunya (Al Qur’an dan Hadits) menjadi sumber hukum untuk satu hal yang sama. Misalnya Allah SWT didalam Al Qur’an menegaskan untuk menjauhi perkataan dusta, sebagaimana ditetapkan dalam firmannya : (lihat Al-Qur’an onlines di google)

Artinya: “…Jauhilah perbuatan dusta…” (QS Al Hajj : 30)

Ayat diatas juga diperkuat oleh hadits-hadits yang juga berisi larangan berdusta.

1. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat umum. Misalnya, ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji, semuanya bersifat garis besar. Seperti tidak menjelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara melaksanakan shalat, tidak merinci batas mulai wajib zakat, tidak memarkan cara-cara melaksanakan haji. Rincian semua itu telah dijelaskan oelh rasullah SAW dalam haditsnya. Contoh lain, dalam Al Qur’an Allah SWT mengharamkan bangkai, darah dan daging babi. Firman Allah sebagai berikut: (lihat Al-Qur’an onlines di google)

Artinya: “Diharamkan bagimu bangkai, darah,dan daging babi…” (QS Al Maidah : 3)

Dalam ayat tersebut, bangkai itu haram dimakan, tetap tidak dikecualikan bangkai mana yang boleh dimakan. Kemudian datanglah hadits menjelaskan bahwa ada bangkai yang boleh dimakan, yakni bangkai ikan dan belalang. Sabda Rasulullah SAW:

اُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَ دَمَانِ, فَامَّا الْمَيْتَتَانِ : الْحُوْتُ وَالْجَرَادُ, وَاَمَّاالدَّمَانِ : فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالِ

( رواه ابن الماجه و الحاكم)

Artinya: “Dihalalkan bagi kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai adalah ikan dan belalalng, sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa…” (HR Ibnu Majjah)

2. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al Qur’an. Misalnya, cara menyucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuhnya tujuh kali, salah satunya dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

طُهُوْرُ اِنَاءِ اَحَدِكُمْ اِذَا وَلِغَ فِيْهِ الْكَلْبُ اَنْ يُغْسِلَ سَبْعَ مَرَّاتٍ اَوْلَهِنَّ بِالتُّرَابِ

( رواه مسلم و هحمد و هبو داود و البيهقى)

Artinya: “Mennyucikan bejanamu yang dijilat anjing adlah dengan cara membasuh sebanyak tujuh kali salah satunya dicampur dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan Baihaqi)

Hadits menurut sifatnya mempunyai klasifikasi sebagai berikut:

1. Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat, dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohehan suatu hadits

2. Hadits Makbul, adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk Hadits Makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan

3. Hadits Hasan, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalannya), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat dan kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang makbul biasanya dibuat hujjah untuk sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau tidak terlalu penting

4. Hadits Dhoif, adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhi

Adapun syarat-syarat suatu hadits dikatakan hadits yang shohih, yaitu:

1. Rawinya bersifat adil

2. Sempurna ingatan

3. Sanadnya tidak terputus

4. Hadits itu tidak berilat, dan

5. Hadits itu tidak janggal

C. Ijtihad

Ijtihad ialah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapannya, baik dalam Al Qur’an maupun Hadits, dengan menggunkan akal pikiran yang sehat dan jernih, serta berpedoman kepada cara-cara menetapkan hukum-hukumyang telah ditentukan. Hasil ijtihad dapat dijadikan sumber hukum yang ketiga. Hasil ini berdasarkan dialog nabi Muhammad SAW dengan sahabat yang bernama muadz bin jabal, ketika Muadz diutus ke negeri Yaman. Nabi SAW, bertanya kepada Muadz,” bagaimana kamu akan menetapkan hukum kalau dihadapkan pada satu masalah yang memerlukan penetapan hukum?”, muadz menjawab, “Saya akan menetapkan hukumdengan Al Qur’an, Rasul bertanya lagi, “Seandainya tidak ditemukan ketetapannya di dalam Al Qur’an?” Muadz menjawab, “Saya akan tetapkan dengan Hadits”. Rasul bertanya lagi, “seandainya tidak engkau temukan ketetapannya dalam Al Qur’an dan Hadits”, Muadz menjawab” saya akan berijtihad dengan pendapat saya sendiri” kemudian, Rasulullah SAW menepuk-nepukkan bahu Muadz bi Jabal, tanda setuju. Kisah mengenai Muadz ini menajdikan ijtihad sebagai dalil dalam menetapkan hukum Islam setelah Al Qur’an dan hadits.
Untuk melakukan ijtihad (mujtahid) harus memenuhi bebrapa syarat berikut ini:

1. mengetahui isi Al Qur’an dan Hadits, terutama yang bersangkutan dengan hukum

2. memahami bahasa arab dengan segala kelengkapannya untuk menafsirkan Al Qur’an dan hadits

3. mengetahui soal-soal ijma

4. menguasai ilmu ushul fiqih dan kaidah-kaidah fiqih yang luas.

Islam menghargai ijtihad, meskipun hasilnya salah, selama ijtihad itu dilakukan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Dalam hubungan ini Rasulullah SAW bersabda:
اِذَا حَكَمَ الْحَاكِمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَصَابَ فَلَهُ اَجَرَانِ وَ اِذَا حَكَمَ وَاجْتَهَدَ ثُمَّ اَخْطَأَ فَلَهُ اَجْرٌ ( رواه البخارى و مسلم )
Artinya: “Apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala dan apabila seorang hakim dalam memutuskan perkara ia melakukan ijtihad dan ternyata hasil ijtihadnya salah, maka ia memperoleh satu pahala.” (HR Bukhari dan Muslim)

Islam bukan saja membolehkan adanya perbedaan pendapat sebagai hasil ijtihad, tetapi juga menegaskan bahwa adanya beda pendapat tersebut justru akan membawa rahmat dan kelapangan bagi umat manusia. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
…اِخْتِلاَ فِ اُمَّتِيْ رَحْمَةٌ (رواه نصر المقدس)

Artinya: ”… Perbedaan pendapat di antara umatku akan membawa rahmat” (HR Nashr Al muqaddas)

Dalam berijtihad seseorang dapat menmpuhnya dengan cara ijma’ dan qiyas. Ijma’ adalah kese[akatan dari seluruh imam mujtahid dan orang-orang muslim pada suatu masa dari beberapa masa setelah wafat Rasulullah SAW. Berpegang kepada hasil ijma’ diperbolehkan, bahkan menjadi keharusan. Dalilnya dipahami dari firman Allah SWT: (lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-oran yang beriman, taatilah Allah dan rasuknya dan ulil amri diantara kamu….” (QS An Nisa : 59)

Dalam ayat ini ada petunjuk untuk taat kepada orang yang mempunyai kekuasaan dibidangnya, seperti pemimpin pemerintahan, termasuk imam mujtahid. Dengan demikian, ijma’ ulam dapat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Contoh ijam’ ialah mengumpulkan tulisan wahyu yang berserakan, kemudian membukukannya menjadi mushaf Al Qur’an, seperti sekarang ini
Qiyas (analogi) adalah menghubungkan suatu kejadian yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang sudah ada hukumnya karena antara keduanya terdapat persamaan illat atau sebab-sebabnya. Contohnya, mengharamkan minuman keras, seperti bir dan wiski. Haramnya minuman keras ini diqiyaskan dengan khamar yang disebut dalam Al Qur’an karena antara keduanya terdapat persamaan illat (alasan), yaitu sama-sama memabukkan. Jadi, walaupun bir tidak ada ketetapan hukmnya dalam Al Qur’an atau hadits tetap diharamkan karena mengandung persamaan dengan khamar yang ada hukumnya dalam Al Qur’an.

Sebelum mengambil keputusan dengan menggunakan qiyas maka ada baiknya mengetahui Rukun Qiyas, yaitu:

1. Dasar (dalil)

2. Masalah yang akan diqiyaskan

3. Hukum yang terdapat pada dalil

4. Kesamaan sebab/alasan antara dalil dan masalah yang diqiyaskan

Bentuk Ijtihad yang lain

· Istihsan/Istislah, yaitu mentapkan hukum suatu perbuatan yang tidak dijelaskan secara kongret dalam Al Qur’an dan hadits yang didasarkan atas kepentingan umum atau kemashlahatan umum atau unutk kepentingan keadilan

· Istishab, yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan suatu dalil, sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut

· Istidlal, yaitu menetapkan suatu hukum perbuatan yang tidak disebutkan secara kongkret dalam Al Qur’an dan hadits dengan didasarkan karena telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan masyarakat setempat. Termasuk dalam hal ini ialah hukum-hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam. Adat istiadat dan hukum agama sebelum Islam bisa diakui atau dibenarkan oleh Islam asalkan tidak bertentangan dengan ajaran Al Qur’an dan hadits

· Maslahah mursalah, ialah maslahah yang sesuai dengan maksud syarak yang tidak diperoeh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas dari maslahah itu. Contohnya seperti mengharuskan seorang tukang mengganti atau membayar kerugian pada pemilik barang, karena kerusakan diluar kesepakatan yang telah ditetapkan.

· Al ‘Urf, ialah urursan yang disepakati oelh segolongan manusia dalam perkembangan hidupnya

· Zara’i, ialah pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk mencapai mashlahah atau untuk menghilangkan mudarat.

D. Pembagian Hukum dalam Islam

Hukum dalam Islam ada lima yaitu:

a. Wajib, yaitu perintah yang harus dikerjakan. Jika perintah tersebut dipatuhi (dikerjakan), maka yang mebgerjakannya akan mendapat pahala, jika tidak dikerjakan maka ia akan berdosa

b. Sunah, yaitu anjuran. Jika dikerjakan dapat pahala, jika tidak dikerjakan tidak berdosa

c. Haram, yaitu larangan keras. Kalau dikerjakan berdosa jika tidak dikerjakan atau ditinggalkan mendapat pahala, sebagaiman dijelaskan oleh nabi Muhammad SAW dalam sebuah haditsnya yang artinya:

Jauhilah segala yang haram niscaya kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan pembagian (rezeki) Allah kepadamu niscaya kamu menjadi orang paling kaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai bagi dirimu sendiri niscaya kamu tergolong muslim, dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa itu mematikan hati. (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

d. Makruh, yaitu larangan yang tidak keras. Kalau dilanggar tidak dihukum (tidak berdosa), dan jika ditinggalkan diberi pahala

e. Mubah, yaitu sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggalkan. Kalau dikerjakan tidak berdosa, begitu juga kalau ditinggalkan.

Dalil fiqih adalah Al Qur’an, hadits, ijma’ mujtahidin dan qiyas. Sebagian ulama menambahkan yaitu istihsan, istidlal, ‘urf dan istishab.

Hukum-hukum itu ditinjau dari pengambilannya terdiri atas empat macam.

1. Hukum yang diambil dari nash yang tegas, yakni adanya dan maksudnya menunjukkan kepada hukum itu

Hukum seperti ini tetap, tidak berubah dan wajib dijalankan oleh seluruh kaum muslim, tidak seorangpun berhak membantahnya. Seperti wajib shalat lima waktu, zakat, puasa, haji dan syarat syah jual beli dengan rela. Imam syafi’ie berpendapat apabila ada ketentuan hukum dari Allah SWT, pada suatu kejadian, setiap muslim wajib mengikutinya.

2. Hukum yang diambil dari nash yang tidak yakin maksudnya terhadap hukum-hukum itu.
Dalam hal seperti ini terbukalah jalan mujtahid untuk berijtihad dalam batas memahami nas itu. Para mujtahid boleh mewujudkan hukum atau menguatkan salah satu hukum dengan ijtihadnya. Umpamanya boleh atau tidakkah khiar majelis bagi dua orang yang berjual beli, dalam memahami hadits:

اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقاً

Dua orang yang jual beli boleh memilih antara meneruskan jual beli atau tidak selama keduanya belum berpisah

Kata “berpisah” yang dimaksud dalam hadits ini mungkin berpisah badan atau pembicaraan, mungkin pula ijab dan kabul. Sperti wajib menyapu semua kepala atau sebagian saja ketika wudhu’, dalam memahami ayat:

Artinya: “Dan sapulah kepalamu” (QS Al Maidah : 6)

Juga dalam memahami hadits tidak halal binatang yang disembelih karena semata-mata tidak membaca basmalah.

مَا اَنْهَرَ الدَّ مَ وَ ذُ كِرَ اِسْمَ اللهِ عَلَيْهِ

Alat apapun yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan padanya nama Allah.

3. Hukum yang tidak ada nas, baik secara qa’i (pasti) maupun zanni (dugaan), tetapi pada suatu masa telah sepakat (ijma’) mujtahidin atas hukum-hukumnya

Seperti bagian kakek seperenam, dan batalnya perkawinan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim. Di sini tidak ada jalan untuk ijtihad, bahkan setiap muslim wajib mengakui untuk menjalankannya. Karena hukum yang telah disepakati oleh mujtahdidin itu adalah hukum untuk seluruh umat, dan umat itu menurut Rasulullah SAW tidak akan sepakat atas sesuatu yang sesat. Mujtahidin merupakan ulil amri dalam mempertimbangkan, sedangkan Allah SWT menyuruh hambanya menaati ulil amri. Sungguhpun begitu, kita wajib betul-betul mengetahui bahwa pada huku itu telah terjadi ijma’ (sepakat) ulama mujtahidin. Bukan hanya semata-mata hanyan didasarkan pada sangkaan yang tidak berdasarkan penelitian.

4. Hukum yang tidak ada dari nas, baik qat’i ataupun zanni, dan tidak pula ada kesepakatan mujtahidin atas hukum itu.

Seperti yang banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqih mazhab. Hukum seperti ini adalah hasil pendapat seorang mujtahid. Pendapat menurut cara yang sesuai denngan akal pikirannya dan keadaan lingkungannya masing-masing diwaktu terjadinya peristiwa itu. Hukum-hukum seperti itu tidak tetap, mungkin berubah dengan berubahnya keadaan atau tinjauannya masing-masing. Maka mujtahid dimasa kini atau sesduahnya berhak membantah serta menetapkan hukum yang lain. Sebagaimana mujtahid pertama telah memberi (menetapkan) hukum itu sebelumnya. Ia pun dapat pula mengubah hukum itu dengan pendapatnya yang berbeda dengan tinjauan yang lain, setelah diselidiki dan diteliti kembali pada pokok-pokok pertimbangannya. Hasil ijtihad seperti ini tidak wajib dijalankan oleh seluruh muslim. Hanya wajib bagi mujtahid itu sendiri dan bagi orang-orang yang meminta fatwa kepadanya, selama pendapat itu belum diubahnya.

LATIHAN

A. Pilih satu jawaban yang paling tepat dari pernyataan di bawah ini!

1. Generasi setalah tabi’in adalah …

a. Tabi’it Tabi’in

b. Tabi’at

c. Tabi’ut

d. Baiat

e. Sanad

2. Mewujudkan suatu hukum/ajaran yang tidak tercantum dalam Al Qur’an…

a. Bayan wat Takrir

b. Bayan wat

c. At Ta’kid

d. Bayan Wat Tafsir

e. Al Hasyir

3. Merinci ayat-ayat Al Qur’an yang masih samar dan umum ialah…

a. Bayan wat Tafsir

b. Bayan wat Tasyri

c. Siwak

d. Bayan wat Takrir

e. At Ta’kid

4. Al Qur’an merupakan pembeda antara yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk,sehubungan dengan itu Al Qur’an dinamakan …

a. Al Furqan

b. Adz Dzikir

c. At Tanzil

d. Asy Syifa’

e. An Nur

5. Salah satu fungsi hadits terhadap Al Qur’an adalah sebagai Bayan wat Tasyri yang artinya

a. menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang masih umu

b. mempertegas/memperkuat hukum-hukum yang disebutkan dalam Al Qur’an

c. menghapus suatu hukum yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an

d. mewujudkan suatu hukum/ajaran yang tidak tercantum dalam Al Qur’an

e. memberi koreksi terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang berkaitan denagn masalah hukum

6. usaha mengumpulkan dan kondisifikasi Al Qur’an pada zaman Abu Bakar Ash Shidiq dan Usman bin Affan merupakan contoh dari bentuk ijtihad yang disebut …

a. qiyas

b. maslahah mursalah

c. istishah

d. ijma’

e. ‘urf

7. Allah SWT berfirman: وَ مَنْ يُطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللهُ … merupakan dalil naqli tentang …

a. keharusan menaati ajaran para rasul

b. menaati Allah SWT berarti mempercayai adanya para rasul

c. menaati rasul berarti harus menaati Allah SWT

d. Allah SWT mengetahui siapa-siapa yang taat kepadanya dan siapa-siapa yang durhaka

e. Keharusan menjadikan hadits sebagai sumber huku Islam kedua setelah Al Qur’an

8. Hadits yang didasarkan atas segenap perilaku dan perbuatan nabi Muhammad SAW disebut hadits …

a. qauliyah

b. fi’liyah

c. taqririyah

d. qudsi

e. masyhur

9. Hukum taklify terbagi menjadi lima macam, kecuali…

a. At Tahrim

b. Al Ibadah

c. Al Ijab

d. An Nadb

e. Al Krahah

10. Ulama Islam yang hidup sesudah tahun 300 H sampai dengan sekarang disebut ulama …

a. salaf

b. khalaf

c. muallaf

d. nasikh

e. mansukh

11. Kata ijtihad dalam bahasa Arab berasal dari fiil madi …

a. ijtihad

b. ijtahada

c. yajtahidu

d. yajtahadu

e. ijtihadan

12. Orang yang melakukan ijtihad disebut …

a. mujahid

b. mujtahid

c. mujtahad

d. mujtahad fih

e. mujtahid fih

13. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oelh seseorang yang akan berijtihad …

a. bisa membaca Al Qur’an

b. bisa menafsiri Al Qur’an

c. mengetahui hadits nabi

d. mengetahui isi Al Qur’an tentang hukum

e. bisa menghafal Al Qur’an

14. Sahabat rasul yang pernah diperintahkan untuk memutuskan suatu perkara adalah …

a. Abu Bakar Shidiq

b. Umar bin Khattab

c. Usman bin Affan

d. Ali bin Abi Thalib

e. Khalid bin Walid

15. Kesepakatan para ulama tentang hukum suatu masalah yang belum diterangkan dalam Al Qur’an dan hadits disebut …

a. ijmak

b. qiyas

c. istihsan

d. istishab

e. istidfal

16. اَنْتُمْ اَعْلَمُ … دُ نْيَاكُمْ Kata yang tepat untuk melengkapi kalimat disamping adalah …

a. بِاَمْرِ

b. بِاُمُوْ رِ

c. اَمْرَ

d. اُمُوْ رِ

e. يَأْمُرُ

17. فَاغْتَبِرُوا يَآ اُوْلِى الاَبْصَارِ Ayat tersebut terdapat dalam surah …

a. Al Hasyr : 1

b. Al Hasyr : 2

c. Al Maidah : 4

d. Al Maidah : 2

e. Ali Imran : 4

18. Hukum dalam istilah fiqih disebut dengan …

a. syariat

b. syarak

c. tasyri

d. syar’i

e. i’tiqa

19. Pembagian hukum fiqih ada …

a. tiga macam

b. empat macam

c. lima macam

d. enam macam

e. tujuh macam

20. Perintah yang harus dikerjakan dinamakan …

a. wajib

b. sunah

c. makruh

d. mubah

e. haram

B. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat dan benar!

1. Apakah yang dimaksud dengan hukum?

2. Jelaskan pengertian ijtihad!

3. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan berijtihad?

4. Ada berapakah macam-macam hukum dalam Islam? Jelaskan!

5. Apa yang dimaksud dengan mubah?

6. Ulama yang hidup smapai dengan tahun 300 H disebut ulama?

7. Golongan yang mengaku sebagai umat Islam tetapi tidak mengakui hadits/sunah disebut?

8. Sebutkan fungsi hadits terhadap Al Qur’an!

9. Apa yang dimaksud mansukh? Berikan contohnya!

10. Sebutkan lima bentuk ijtihad!